Selasa, 26 Maret 2013

Tulisan Individual 3 Akuntansi Internasional


Penerapan Aturan Akuntansi Internasional di Indonesia


Bandung, Kompas – Penerapan aturan akuntansi internasional di Indonesia masih perlu disesuaikan dengan kondisi perekonomian dan perusahaan.
Demikian dikatakan Agung Nugroho Soedibyo, anggota Dewan Standar Akuntansi-Ikatan Akuntan Indonesia, seusai menjadi pembicara dalam pembukaan program Pendidikan Profesi Akuntansi di Universitas Widyatama, Bandung, Rabu (13/10).
Hingga saat ini, kata dia, baru 50 persen Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) di Indonesia mengacu kepada Standar Akuntansi Internasional (IAS) yang dikeluarkan Dewan IAS.
Agung menjelaskan, penggunaan standar akuntansi internasional di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1973. Pada saat itu, Indonesia menggunakan aturan-aturan akuntansi yang berasal dari Belanda. Kemudian, tahun 1974 hingga tahun 1984, Indonesia menggunakan aturan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dari Amerika Serikat.
Tahun selanjutnya, ada perubahan pada aturan-aturan dalam GAAP, tetapi Indonesia tetap menggunakannya. Tahun 1994, Indonesia mulai menggunakan aturan akuntansi dari IAS, hingga saat ini.
Namun, aturan IAS yang diterapkan Indonesia sifatnya baru harmonisasi saja, belum mengadopsi secara penuh dan menyeluruh terhadap aturan-aturan IAS.
Aturan DSAI
Hingga saat ini, ujar Agung, Dewan Standar Akuntansi Indonesia (DSAI) telah menelurkan 58 PSAK.
Aturan standar yang baru saja ditelurkan oleh DSAI, antara lain PSAK 59 tentang akuntansi di perbankan syariah dan PSAK 24 tentang keuntungan bagi pekerja.
Menurut Agung, hingga saat ini di Indonesia belum dimungkinkan untuk melakukan adopsi secara penuh terhadap aturan standar internasional.
Agung memberi contoh tentang PSAK 24 tentang keuntungan bagi pekerja. Ia menjelaskan, aturan yang baru saja ditetapkan tersebut mengadopsi aturan IAS nomor 19.
Hal itu dilaksanakan bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. “Semua hak-hak pekerja harus ditulis dalam laporan keuangan sebuah perusahaan. Agar semua pihak bisa mengetahuinya,” tuturnya.
Namun, lanjut Agung, DSAI juga tidak akan begitu saja menerapkan aturan IAS di Indonesia. Ketika ditanya mengenai pemeriksaan terhadap para akuntan publik yang tergolong nakal, Agung mengatakan, dirinya tidak bisa mengatakan ada akuntan nakal sebelum terbukti.
Ia menyangkal adanya akuntan yang nakal. Namun, Agung mengakui jika ada laporan dari masyarakat tentang profesi akuntan. Tapi, katanya, tidak ada yang berhubungan dengan kenakalan akuntan. “Bahkan, hingga saat ini tidak ada izin praktik akuntan yang dicabut oleh Departemen Keuangan,” tutur Agung. (J11)

sumber: kompas

Opini :
Menurut saya, Indonesia perlu untuk mengadopsi standar akuntansi internasional. Hal ini dikarenakan agar Indonesia bisa mengikuti perkembangan akuntansi yang terjadi secara global. Dengan diterapkannya standar akuntansi internasional, diharapkan tidak ada perbedaan standar akuntansi yang sangat signifikan dalam menyusun laporan keuangan karena telah mengikuti prosedur atau tata cara yang sudah ditetapkan secara internasional.  Walaupun dalam kondisinya, Indonesia belum bisa sepenuhnya mengikuti standar akuntansi internasional yang telah tersedia karena perbedaan budaya dan kondisi lingkungan, tetapi setidaknya Indonesia sudah menyesuaikan terhadap peraturan yang sudah ditetapkan secara internasional. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar