Penerapan Aturan Akuntansi Internasional di Indonesia
Bandung, Kompas – Penerapan
aturan akuntansi internasional di Indonesia masih perlu disesuaikan dengan
kondisi perekonomian dan perusahaan.
Demikian dikatakan Agung
Nugroho Soedibyo, anggota Dewan Standar Akuntansi-Ikatan Akuntan Indonesia,
seusai menjadi pembicara dalam pembukaan program Pendidikan Profesi Akuntansi
di Universitas Widyatama, Bandung, Rabu (13/10).
Hingga
saat ini, kata dia, baru 50 persen Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
di Indonesia mengacu kepada Standar Akuntansi Internasional (IAS) yang
dikeluarkan Dewan IAS.
Agung menjelaskan, penggunaan
standar akuntansi internasional di Indonesia sudah berjalan sejak tahun 1973.
Pada saat itu, Indonesia menggunakan aturan-aturan akuntansi yang berasal dari
Belanda. Kemudian, tahun 1974 hingga tahun 1984, Indonesia menggunakan aturan
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dari Amerika Serikat.
Tahun selanjutnya, ada perubahan
pada aturan-aturan dalam GAAP, tetapi Indonesia tetap menggunakannya. Tahun
1994, Indonesia mulai menggunakan aturan akuntansi dari IAS, hingga saat ini.
Namun, aturan IAS yang
diterapkan Indonesia sifatnya baru harmonisasi saja, belum mengadopsi secara
penuh dan menyeluruh terhadap aturan-aturan IAS.
Aturan DSAI
Hingga saat ini, ujar Agung,
Dewan Standar Akuntansi Indonesia (DSAI) telah menelurkan 58 PSAK.
Aturan standar yang baru saja
ditelurkan oleh DSAI, antara lain PSAK 59 tentang akuntansi di perbankan
syariah dan PSAK 24 tentang keuntungan bagi pekerja.
Menurut Agung, hingga saat ini
di Indonesia belum dimungkinkan untuk melakukan adopsi secara penuh terhadap
aturan standar internasional.
Agung memberi contoh tentang
PSAK 24 tentang keuntungan bagi pekerja. Ia menjelaskan, aturan yang baru saja
ditetapkan tersebut mengadopsi aturan IAS nomor 19.
Hal
itu dilaksanakan bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan. “Semua hak-hak pekerja harus ditulis dalam laporan
keuangan sebuah perusahaan. Agar semua pihak bisa mengetahuinya,” tuturnya.
Namun, lanjut Agung, DSAI juga
tidak akan begitu saja menerapkan aturan IAS di Indonesia. Ketika ditanya
mengenai pemeriksaan terhadap para akuntan publik yang tergolong nakal, Agung
mengatakan, dirinya tidak bisa mengatakan ada akuntan nakal sebelum terbukti.
Ia menyangkal adanya akuntan
yang nakal. Namun, Agung mengakui jika ada laporan dari masyarakat tentang
profesi akuntan. Tapi, katanya, tidak ada yang berhubungan dengan kenakalan
akuntan. “Bahkan, hingga saat ini tidak ada izin praktik akuntan yang dicabut
oleh Departemen Keuangan,” tutur Agung. (J11)
sumber: kompas
Opini
:
Menurut
saya, Indonesia perlu untuk mengadopsi standar akuntansi internasional. Hal ini
dikarenakan agar Indonesia bisa mengikuti perkembangan akuntansi yang terjadi
secara global. Dengan diterapkannya standar akuntansi internasional, diharapkan
tidak ada perbedaan standar akuntansi yang sangat signifikan dalam menyusun
laporan keuangan karena telah mengikuti prosedur atau tata cara yang sudah
ditetapkan secara internasional. Walaupun
dalam kondisinya, Indonesia belum bisa sepenuhnya mengikuti standar akuntansi
internasional yang telah tersedia karena perbedaan budaya dan kondisi
lingkungan, tetapi setidaknya Indonesia sudah menyesuaikan terhadap peraturan
yang sudah ditetapkan secara internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar