KONDISI EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL DALAM KRISIS FINANSIAL
GLOBAL
Meningkatnya hubungan interdepensi antar
negara-negara di dunia tidak dipungkiri sewaktu-waktu dapat menimbulkan suatu
masalah baru, seperti timbulnya krisis ekonomi maupun finansial secara global.
Musibah krisis global ekonomi dan finansial dewasa ini membuat semua pihak baik
pemerintah, dunia usaha, pelaku ekonomi dan masyarakat luas merasa ketar-ketir.
Seperti krisis finansial yang baru-baru ini menimpa Amerika Serikat pada tahun
2008 dan negara-negara di kawasan Eropa Barat terutama yang tergabung dalam
organisasi supra-nasional Uni Eropa yang mencapai puncaknya di tahun 2011 (http://ec.europa.eu, 2012). Namun jauh sebelum
krisis finansial global yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa Barat, krisis
finansial global sebenarnya sudah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu, salah
satunya adalah peristiwa krisis finansial global yang terjadi paska runtuhnya
tahun Bretton Wood system di tahun 1970an (Pauly, 2008: 242).
Krisis finansial yang terjadi tahun 1970-an
berangkat dari berakhirnya Perang Dunia II tahun 1945 dimana Amerika Serikat
dan aliansinya mulai mempromosikan suatu kondisi interdependensi ekonomi antar
negara-negara di dunia. Namun, pada tahun 1970an, meskipun kondisi
interdependensi ini dinilai berhasil dimana ditandai dengan barang dan jasa
yang mulai banyak diproduksi secara massal, terdapat kelemahan tersendiri dari
kondisi interdependensi ekonomi yaitu memunculkan krisis finansial yang
memiliki dampak global. Dan bersamaan dengan krisis finansial tersebut terjadi
sebuah fenomena baru yaitu runtuhnya sistem Bretton Wood yang berdampak pada
berubahnya tatanan sistem finansial dan moneter internasional serta memunculkan
liberalisasi pasar kapital di seluruh dunia (Pauly, 2008: 242).
Krisis finansial sendiri terjadi karena
likuiditas yang cepat menguap, uang yang tersedia ditarik dari bank, serta
memaksa bank untuk menjual investasi lain untuk menebus kekurangan dan
menghindari kebangkrutan. Tidak hanya itu saja, terjadinya krisis finansial
diawali dengan perubahan tajam pada harga barang-barang pokok yang berdampak
pada sistem moneter internasional. Ekspektasi dari para pemain di pasar
finansial pun berubah. Mereka menjual aset-aset yang akan menurun nilainya dan
membeli aset-aset yang lainnya yang akan meningkat nilainya. Krisis finansial
juga dapat terjadi akibat ketidakpastian mengenai sistem moneter dan finansial
ekonomi dunia yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan cepat (Pauly, 2008: 247).
Dampak yang ditimbulkan dari terjadinya krisis finansial global pun tidak dapat
dihindari seperti pengangguran, meningkatnya pajak, keputusasaan, meningkatnya
kriminalitas, dll (Pauly, 2008: 252).
Dari tahun 1940-an hingga tahun 1970-an, krisis
mata uang juga melibatkan negara-negara industri yang sudah maju dalam sistem
perekonomian internasional dan memaksa adanya penyesuaian nilai tukar mata
uang. Krisis perbankan juga terjadi di masing-masing negara di dunia. Namun
dampak dari pembatasan terhadap pergerakan modal internasional tidak sampai
menyentuh ranah global. Baru pada tahun 1974, kegagalan dari Bank Jerman yaitu
Bankhaus I.D Herstatt dalam mengatur penyesuaian nilai tukar mata uang memiliki
dampak global dimana Franklin National Bank of New York juga terkena dampak
dari kegagalan Bank Jerman tersebut (Pauly, 2008: 251).
Krisis finansial global yang terjadi tidak hanya
berhenti di tahun 1970-an saja, di tahun 1980-an, krisis finansial muncul
terutama di pasar negara-negara berkembang yang baru muncul. Krisis finansial
global ini sendiri memicu adanya perubahan konteks global dalam sistem
finansial dan moneter internasional dimana bank-bank yang berbasis di
negara-negara industri yang maju dengan cepat memperluas operasi pinjaman
internasional mereka sepanjang tahun 1970-an, perusahaan multinasional
mendiversifikasi kegiatan investasi mereka, dan investor di negara-negara maju
secara bertahap memperluas kepentingan dan kapasitas untuk membeli obligasi dan
instrumen keuangan lainnya yang diterbitkan oleh pemerintah dan perusahaan di
negara-negara berkembang. Dan juga beberapa capital flows yang terkait
adalah yang terkait dengan perdagangan, investasi, dll mulai mengglobal (Pauly,
2008: 251).
Setidaknya Louis Pauly membagi empat perubahan
besar dalam ekonomi politik internasional di tengah krisis finansial global,
diantaranya adalah (1) pergerakan yang mengarah ke keterbukaan keuangan di
negara-negara berkembang dimana dari tahun 1970-an, terlebih lagi di akhir
tahun tahun 1980-an dan di awal tahun 1990-an, negara-negara industri mulai
menerapkan keterbukaan baik terkait dengan keterbukaan di bidang perdagangan
maupun di bidang investasi (Pauly, 2008: 251). (2) Peluang dan biaya keterbukaan
dimana pada prinsipnya aliran ke dalam dari modal swasta memungkinkan bagi
ekonomi riil tumbuh lebih cepat daripada jika negara-negara di dunia hanya
mengandalkan sumber daya domestik (dalam negeri) mereka sendiri. Dalam
prakteknya, biaya tambahan yang terkait dengan krisis menyebabkan capital
outflows, bank bailouts, kepercayaan diri yang hilang dari investor yang
mana akan sesekali mengancam untuk merusak ekonomi riil, mengacaukan proses
industrialisasi, dan mengganggu tatanan politik dan tatanan sosial dalam suatu
negara. Dan salah satu cara untuk mencegah fenomena itu terjadi adalah salah
satunya adalah kebanyakan negara-negara berkembang di dunia menerima peluang
dan membuka keterbukaan ekonomi mereka dan menjalin kerjasama dengan
negara-negara maju (Pauly, 2008: 252-253). (3) Reformasi kebijakan nasional dan
konsekuensi sistem internasional. Krisis finansial Asia yang terjadi diakhir
tahun 1990-an menjadi salah satu alasan utama negara-negara berkembang enggan
menandatangani persetujuan untuk menganut ekonomi finansial terbuka paska
jatuhnya Bretton Woods system di awal tahun 1970-an dan krisis finansial Asia
tersebut menjadi salah satu alasan utama decision-maker di
negara-negara berkembang ragu mengenai sistem ekonomi politik internasional
yang baru dan didominasi oleh perusahaan swasta dan para investor asing yang
berasal dari negara-negara yang kaya yang nantinya hanya akan merugikan dan
menghambat kepentingan dari negara-negara berkembang tersebut (Pauly, 2008:
255). Dan (4) kedaulatan politik dan saling ketergantungan ekonomi. Peristiwa
mengenai krisis finansial membuat negara sebagai supremasi politik tertinggi
sebuah negara merasa perlu ikut andil dalam mencegah krisis finansial global
tersebut agar tidak berdampak pada sistem perekonomian dalam negeri mereka. Di
sisi lain, terutama di kawasan Eropa, negara-negara di kawasan Eropa tersebut
membentuk Masyarakat Ekonomi Eropa untuk bersama-sama mencegah krisis finansial
global tersebut (Pauly, 2008: 258).
Daftar Pustaka
Pauly, Louis W. 2008. “The Political Economy of
Global Financial Crises, dalam John Ravenhill, Global Political Economy,
Oxford: Oxford University Press, pp. 241-272
Economic Crisis in Europe: Causes, Consequences
and Responses. 2011. diakses dalam http://ec.europa.eu/economy_finance/publications/publication15887_en.pdf.
Dari review diatas mengenai kondisi
ekonomi politik internasional di tengah krisis finansial penulis dapat
menyimpulkan bahwa krisis finansial merupakan suatu fenomena dalam sistem
finansial dan moneter internasional yang tidak dapat dihindari yang mana
sewaktu-waktu dapat berdampak secara global dan menghambat laju pertumbuhan
perekonomian dunia. Penyebab terjadinya krisis finansial pun bermacam-macam
mulai dari perubahan tajam dari harga kebutuhan pokok dunia hingga
ketidakstabilan dari sistem finansial dan moneter internasional itu sendiri. Dampak
yang ditimbulkan dari terjadinya krisis finansial ini pun bermacam-macam,
seperti, pengangguran, meningkatnya tingkat kriminalitas, dll. Menurut penulis,
diperlukan adanya penanganan yang ekstra untuk mencegah krisis finansial itu
sendiri, tidak cukup dengan dibentuknya instansi-instansi internasional seperti
Bretton Woods system, tapi juga perlu adanya kesadaran dari pemerintah
masing-masing negara baik negara berkembang maupun maju untuk bersama-sama
menstabilkan kondisi finansial dan moneter internasional sehingga meredam
terjadinya krisis finansial yang dampaknya bisa mengglobal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar