Jumat, 21 Oktober 2011

Tulisan 5 Bahasa Indonesia 2

Tips Merawat Kesehatan Gigi

Jangan pernah menggangap sepele kesehatan gigi. Jika gigi sudah tak sehat, maka akan menimbulkan sakit yang teramat sangat yang dapat membuat seseorang menjadi uring-uringan. Bahkan kalau sudah sakit parah, dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengobatan ke dokter. Oleh karena itu mulai sekarang rawatlah gigi, mulai dari sikat gigi teratur 2 kali sehari, sehabis sarapan dan malam hari. Selain itu agar gigi lebih terjaga kesehatannya, berikut ini tips yang dapat dijadikan pedoman :
1. Jangan pernah mencoba merokok dan minuman alcohol. Dengan sering merokok dan minum minuman beralkohol dijamin gigi tidak akan terlihat putih dan bersih. Selain itu mulut akan menjadi kering dan dapat mengakibatkan mudah terkena penyakit mulut dan tenggorokan. Lebih parahnya lagi dapat membuat gigi copot atau ompong.
2. Kurangi kebiasaan nyemil. Selain bisa membuat gemuk, kebanyakan nyemil sama saja dengan membangunkan bakteri di dalam mulut yang bisa merusak gigi.
3. Perbanyak minum air putih. Air putih dapat menstimuli produksi air liur, karena air liur lah yang bisa menahan terjadinya bakteri yang bisa menyebabkan plak dan gigi berlubang.
4. Tinggalkan kebiasaan mencongkel makanan nyelip dengan tusuk gigi. Ini dapat membuat gusi tertekan dan akhirnya membuat sela yang lebih besar untuk penumpukan makanan. Jadi kalau ada makanan tersisa di gigi lebih baik kumur-kumur atau sikat gigi.

Tulisan 4 Bahasa Indonesia 2

KELUARGA

Harta yang paling berharga adalah keluarga. Istana yang paling indah adalah keluarga. Puisi yang paling bermakna adalah keluarga. Mutiara tiada tara adalah keluarga. Tentu kata-kata diatas sudah tidak begitu asing lagi terdengar. Kata-kata itu adalah salah satu bagian dari lirik lagu “Keluarga Cemara” yang menjadi tayangan disalah satu televisi pada beberapa waktu yang lalu. Memang benar keluarga adalah harta yang paling berharga yang tak ternilai dengan apapun didunia ini. Keluarga jauh lebih bermakna dari puisi atau istilah lain yang ada. Memiliki keluarga yang harmonis tentu menjadi dambaan setiap orang. Keluarga bisa menerima kita tanpa syarat. Keluarga adalah tempat pertama kita tumbuh dan berkembang. Karakter kita terbentuk berawal dari lingkungan keluarga, dan apapun sikap yang ada di dalam diri kita pasti tercermin dari keluarga. Keluarga sangat berperan penting dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan ataupun pribadi seseorang.
Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak. Jika bisa saling mengasihi dan memberikan perhatian satu sama lain tentu akan sangat indah dirasakan. Kehangatan keluarga pun akan sangat dirindukan bila seseorang berada jauh dari keluarganya baik yang merantau karena kuliah atau pekerjaan atau pun tinggal terpisah dari keluarganya. Moment-moment bahagia dalam keluarga akan menjadi kenangan manis yang selalu dapat diingat. Canda dan tawa selalu menghiasi hari-hari yang dilalui bersama keluarga. Disaat jenuh dan lelah beraktivitas seharian, begitu kembali ke rumah dan berkumpul bersama keluarga dan menceritakan pengalaman yang didapat merupakan kebahagiaan yang tak ternilai harganya. Berbahagialah dan bersyukurlah jika kita masih diberikan keluarga, dan tetaplah jaga keharmonisan yang sudah ada ditengah-tengah keluarga.

Tulisan 3 Bahasa Indonesia 2

JEJARING SOSIAL

Jejaring sosial sekarang ini sedang marak dikalangan masyarakat. Mulai dari anak kecil sampai orang dewasa demam situs jejaring sosial seperti facebook maupun twitter. Hal ini disebabkan karena teknologi yang berkembang dengan sangat cepat dan pesat. Teknologi begitu memanjakan masyarakat di jaman modern ini. Masyarakat pun tidak ingin dicap ketinggalan jaman, sehingga mengikuti perkembangan yang ada yaitu dengan menggunakan jejaring sosial.
Bahkan tak jarang orang yang hanya ingin melakukan sesuatu yang sebenernya tidak begitu penting harus di-share atau dibagikan dengan meng-update status, agar terlihat exist oleh orang lain. Jejaring sosial pun sudah membius banyak orang. Hal ini dapat dilihat dari kesibukan orang-orang yang kemana-kemana selalu membawa ponselnya, yang mungkin hanya ingin mengetahui status terbaru dari orang-orang disekitar mereka. Selain itu tak sedikit juga orang yang ketika bangun tidur langsung melihat ponselnya untuk mengecek status-status terbaru yang ada, dan sebelum tidur masih sempat-sempatnya menuliskan komentar untuk status orang lain. Tak heran jika banyak orang yang melalaikan tugas mereka karena kecanduan jejaring sosial ini. Memang teknologi khususnya jejaring sosial sudah memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat.
Jejaring sosial sudah memberikan pengaruh positif dan tak dapat dipungkiri juga memberikan pengaruh negatif. Pengaruh positif yang diberikan oleh jejaring sosial adalah kita menjadi manusia yang lebih berjiwa sosial, karena mempunyai banyak teman atau relasi yang dibangun dari dunia maya, dan lebih mudah mengetahui dimana keberadaan seseorang, kegiatan apa yang dilakukan, dan apa saja yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Jejaring sosial adalah tempat untuk menuangkan aspirasi atau ungkapan seseorang tanpa batas baik suka maupun duka, baik gembira maupun amarah. Jadi dari jejaring sosial ini timbul pertengkaran yang bisa memicu konflik. Ini merupakan salah satu pengaruh negative dari situs jejaring sosial. Oleh karena itu, bijaklah dalam menggunakan teknologi yang ada agar dapat memberikan pengaruh yang positif untuk kehidupan.

Tulisan 2 Bahasa Indonesia 2

PENUMPANG KERETA

Transportasi yang cepat adalah kereta. Kereta menjadi salah satu pilihan masyarakat karena transportasi ini cepat dan harganya pun terjangkau. Tak heran banyak orang yang menggunakan kereta saat pergi bekerja ataupun berpergian ketempat-tempat lain yang dilalui oleh kereta.
Banyaknya penumpang tidak sebanding dengan ketersediaan gerbong/ rangkaian kereta yang ada. Dalam kereta ekonomi, penumpang yang berdesak-desakan sudah menjadi pemandangan yang biasa. Selain itu juga banyak pedagang yang berjualan didalam kereta. Mulai dari berjualan makanan, minuman, aksesoris sampai alat-alat rumah tangga. Semua penumpang dan pedagang tersebut tumpah ruah dalam gerbong kereta ekonomi. Hal ini menjadi salah satu alasan penumpang naik ke atas gerbong kereta. Mereka beralasan karena gerbong tidak mencukupi kapasitas penumpang, sedangkan mereka harus cepat sampai ke tempat tujuan. Mereka tidak memperdulikan lagi keselamatan diri mereka, dan mereka tidak berfikir betapa bahayanya duduk diatas gerbong kereta yang melaju dengan sangat cepat.
Sengatan listrik yang dapat menghilangkan nyawa mereka, belum lagi jika sampai terjatuh dari atas gerbong, itu akan sangat membahayakan. Sudah jelas bahwa duduk diatas gerbong kereta sama sekali tidak memberikan manfaat apa-apa, justru sangat membahayakan keselamatan. Pemerintah juga kurang serius dalam menangani hal ini. Saya berharap pemerintah lebih serius dan tegas dalam memberikan sanksi kepada para penumpang yang tidak displin tersebut, agar mereka tidak menganggap remeh terhadap peraturan yang sudah dibuat. Selebihnya tergantung dari kesadaran masing-masing penumpang untuk mendisiplinkan diri dan tidak lagi naik keatas gerbong kereta.

Tugas 1 Bahasa Indonesia 2

Kepemilikan Manajeral:
Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan

Yulius Jogi Christiawan dan Josua Tarigan
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Surabaya
Email: yulius@ petra.ac.id; josuat@ petra.ac.id


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah terdapat perbedaan pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Keputusan bisnis yang dimaksud meliputi: keputusan keuangan yang diproksikan dengan kebijakan hutang (struktur modal), keputusan operasional yang diproksikan dengan kinerja perusahaan, dan keputusan bisnis secara keseluruhan yang diproksikan dengan nilai perusahaan.Penelitiaan dilakukan atas 137 dari 336 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2005. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan kebijakan hutang dan nilai perusahaan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Sedangkan kinerja antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial tidak terdapat perbedaan.
Kata kunci: kepemilikan manajerial, kebijakan hutang, nilai perusahaan dan kinerja perusahaan.


ABSTRACT

The objective of this research is to examine whether there is a significant difference between the managerial ownership and non-managerial ownership companies in term of their business decision making process. The business decision mentioned in this paper includes financial decision which is indicated by debt policies (capital structure), operational decision reflected in company’s performance, and business decision implied in company’s value.The research observes 137 of 336 companies which had been listed in the Jakarta Stock Exchange until the year of 2005. The examination results in the fact that the debt policies and the company’s value of the managerial ownership companies are significantly different with non-managerial ownership companies. In contrast, the managerial ownership companies statistically have the same performance with non-managerial ownership companies.
Keywords: managerial ownership, policy of debt, company value and company performance.


PENDAHULUAN

Hubungan manajer dengan pemegang saham di dalam agency theory digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al. 2001). Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Manajer harus mengambil keputusan bisnis terbaik untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Namun demikian pemegang saham tidak dapat mengawasi semua keputusan dan aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan memaksimalkan tujuannya. Konflik kepentingan terjadi jika keputusan manajer hanya akan memaksimalkan kepentingannya dan tidak sejalan dengan kepentingan pemegang saham. Perilaku manajer dalam situasi konflik kepentingan inilah yang menarik untuk diteliti. Keputusan dan aktivitas manajer yang memiliki saham perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni sebagai manajer. Manajer yang memiliki saham perusahaan berarti manajer tersebut sekaigus adalah pemegang saham. Manajer yang memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan kepentingannnya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementar manajer yang tidak memiliki saham perusahaan, ada kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Kepemilikan saham perusahaan oleh manajer disebut dengan kepemilikan manajerial.
Penelitian mengenai hubungan kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis manajer telah banyak dilakukan oleh peneliti. Namun para peneliti menemukan hasil yang berbeda. Misalnya, penelitian tentang hubungan antara kepemilikan manajerial dengan debt rasio (debt ratio menggambarkan hasil keputusan pendanaan manajer) menunjukkan hasil yang berbeda diantara beberapa peneliti. Beberapa peneliti menemukan hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan debt ratio perusahaan. (Kim dan Sorensen 1986, Agrawal dan Mendelker 1987, Mehran 1998 dalam Wahidahwati 2002, Soliha dan Taswan 2002). Sementara peneliti lain menemukan bahwa kepemilikan saham oleh manajer mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan negative dengan debt ratio (Moh’d 1998 dalam Wahidahwati 2002).
Selain itu, penelitian yang mengkaitkan kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan (nilai perusahaan merupakan hasil keputusan operasional manajer), juga menunjukkan hasil yang berbeda diantara peneliti. Soliha dan Taswan (2002) menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan menajerial dengan nilai perusahaan. Sementara peneliti lain menemukan hubungan yang lemah antara kepemilikan menajerial dengan nilai perusahaan (Lasfer dan Faccio 1999). Berdasarkan pemikiran bahwa manajer yang sekaligus pemegang saham akan melakukan dan mengambil keputusan bisnis yang berbeda dengan manajer yang bukan sekaligus pemegang saham serta adanya hasil penelitian yang berbeda diantara peneliti tentang hubungan kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis, maka menarik untuk diteliti apakah memang benar ada perbedaan dalam pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dengan perusahaan yang dikelola oleh manajer manajer yang bukan sekaligus pemegang saham.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengambilan keputusan bisnis antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini maka keputusan bisnis yang diambil oleh manajer dibatasi pada: keputusan keuangan yang diproksikan dengan kebijakan hutang (struktur modal), keputusan operasional yang diproksikan dengan kinerja perusahaan, keputusan bisnis secara keseluruhan yang diproksikan dengan nilai perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga akan memberikan dasar empiris yang kuat untuk penelitian tentang hubungan kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis manajer. Sangat tidak logis jika kerangka pemikiran adanya hubungan antara kepemilikan manajerial dengan keputusan bisnis manajer dibangun jika ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan antara perusahaan dengan kepemilikan dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.


KEPEMILIKAN MANAJERIAL

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi pentingbagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al. 2001). Agentdiberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masingmasing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.
Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri.


Kepemilikan Manajerial dan Kebijakan Hutang

Kepemilikan manajerial menunjukkan adanya peran ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham. Sebagai seorang manajer sekaligus pemegang saham, ia tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer atau sebagai pemegang saham. Sebagai manajer akan kehilangan insentif dan sebagai pemegang saham akan kehilangan return bahkan dana yang diinvestasikannya. Cara untuk menurunkan resiko ini adalah dengan menurunkan tingkat debt yang dimiliki perusahaan (Friend and Lang dalam Brailsford 1999). Debt yang tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan, karena perusahan akan mengalami financial distress. Karena itulah maka manajer akan berusaha menekan jumlah debt serendah mungkin. Tindakan ini di sisi lain tidak menguntungkan karena perusahaan hanya mengandalkan dana dari pemegang saham. Perusahaan tidak bisa berkembang dengan cepat, dibandingkan jika perusahaan juga menggunakan dana dari kreditor.
Penelitian tentang hubungan antara kepemilikan manajerial dengan debt ratio (debt ratio menggambarkan hasil keputusan pendanaan manajer) menunjukkan hasil yang berbeda diantara beberapa peneliti. Beberapa peneliti menemukan hubungan positif antara kepemilikan manajerial dengan debt ratio perusahaan. (Kim dan Sorensen 1986, Agrawal dan Mendelker 1987, Mehran 1998 dalam Wahidahwati 2002, Soliha dan Taswan 2002, Brailsford 1999). Sementara peneliti lain menemukan bahwa kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh dan berhubungan negative dengan debt ratio (Moh’d 1998 dalam Wahidahwati 2002, Wahidahwati 2002, Mahadwartha 2003).
Dari penjelasan dan beberapa penelitian empiris di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan hutang perusahaan tanpa kepemilikan manajerial akan berbeda dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial.


Kepemilikan Manajerial dan Kinerja Perusahaan

Kinerja perusahaan adalah hasil kegiatan operasional perusahaan. Kegiatan operasional di dalam laporan keuangan ditunjukkan oleh pencapaian laba bersih. Laba merupakan selisih antara revenue dengan expenses. Sehingga manajer dalam mengelola perusahaan akan berusaha memaksimalkan revenue dan menekan expenses. Kegiatan memaksimalkan revenue disebut juga peningkatan profitabilitas, sedangkan menekan expenses disebut juga peningkatan efisiensi. Kinerja perusahaan akan lebih baik jika saham perusahaan dimiliki oleh manajer. Manajer merasa lebih memiliki perusahaan. Manajer tidak lagi sebagai tenaga professional yang digaji tetapi juga sebagai pemilik perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan berdampak pada deviden yang akan diterima pemegang saham, karena deviden selalu didasarkan pada laba bersih tahun berjalan dan laba bersih adalah ukuran kinerja perusahaan. Manajer yang memiliki saham perusahaan akan menikmati pembagian dividen ini.
Penelitian Mudambi menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh manajer mempengaruhi kinerja perusahaan. Bahkan penelitian ini berhasil membuktikan arah hubungannya yaitu tidak selalu sama (non-monotonic). Arah hubungan akan berbeda untuk setiap rentang persentase kepemilikan (Mudambi 1995). Sedangkan penelitian Kumar dan Coles menunjukkan terdapat hubungan antara kepemilikan manajerial dan kinerja perusahaan (Kumar 2004, Coles 2002)
Dari penjelasan dan beberapa penelitian empiris di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan tanpa kepemilikan manajerial akan berbeda dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial.


Kepemilikan Manajerial dan Nilai Perusahaan

Beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan adalah: nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku dan nilai likuidasi. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar, sering disebut kurs adalah harga yang terjadi dari proses tawar-menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham. Nilai intrinsik merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Sedangkan nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Secara sederhana dihitung dengan membagi selisih antara total aktiva dan total utang dengan jumlah saham yang beredar. Nilai likuidasi itu adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai sisa itu merupakan bagian para pemegang saham. Nilai likuidasi bisa dihitung dengan cara yang sama dengan menghitung nilai buku, yaitu berdasarkan neraca performa yang disiapkan ketika suatu perusahaan akan likuidasi. Jika mekanisme pasar berfungsi dengan baik, maka harga saham tidak mungkin berada di bawah nilai likuidasi. Karena nilai likuidasi ini hanya dihitung bila perusahaan akan dilikuidasi maka investor bisa menggunakan nilai buku sebagai pengganti untuk tujuan yang sama yaitu memperkirakan batas bawah harga saham. Sehingga nilai buku dapat digunakan sebagai batas aman mengukur nilai perusahaan untuk keperluan investasi. Namun demikian ada beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam memahami konsep nilai buku ini. Pertama, sebagian besar aset dinilai dalam nilai historis. Karena itu pada beberapa aset nilai jualnya bisa jadi jauh lebih tinggi dari nilai bukunya. Kedua, di dalam aset kadang terdapat aktiva tak berwujud, yang dalam likuidasi sering tidak memiliki nilai jual. Ketiga, nilai buku sangat dipengaruhi oleh metode dan estimasi akuntansi seperti metode penyusutan aktiva tetap, metode penilaian persediaan, dan lain-lain. Keempat, ada kemungkinan timbul kewajiban-kewajiban yang tidak tercatat dalam laporan keuangan karena belum diatur pelaporannya oleh standar akuntansi keuangan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa konsep yang paling representatif untuk menentukan nilai perusahaan adalah pendekatan konsep nilai intrinsik. Tetapi memperkirakan nilai intrinsik sangat sulit, sebab untuk menentukannya orang membutuhkan kemampuan mengidentifikasi variabel-variabel signifikan yang menentukan keuntungan suatu perusahaan. Variabel itu berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Selain itu, penentuan nilai intrinsik juga memerlukan kemampuan memprediksi arah kecenderungan yang akan terjadi di kemudian hari. Karena itulah, maka nilai pasar digunakan dengan alasan kemudahan data juga didasarkan pada penilaian yang moderat.
Manajer yang sekaligus pemegang saham akan meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan ikut meningkat pula. Penelitian yang mengkaitkan kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan menunjukkan hasil yang berbeda diantara peneliti. Soliha dan Taswan menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan menajerial dan nilai perusahaan (Soliha dan Taswan 2002). Sementara peneliti lain menemukan hubungan yang lemah antara kepemilikan menajerial dan nilai perusahaan(Laster dan Faccio 1999).
Dari penjelasan dan beberapa penelitian empiris di atas dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka penelitian ini didasarkan pada hipotesis bahwa keputusan bisnis di perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Keputusan bisnis yang diambil manajer akan terlihat dari kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Sehingga dapat juga dihipotesiskan bahwa kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan di perusahaan dengan kepemilikan manajerial akan berbeda dengan di perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.


METODE PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum perdana sebelum tahun 2003 di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan untuk periode pengamatan yang dilakukan adalah untuk jangka waktu 3 tahun yaitu meliputi laporan keuangan tahun 2003 sampai dengan 2005. Laporan keuangan yang dijadikan data penelitian meliputi neraca, laporan laba rugi dan catatan atas laporan keuangan yang ada di Pojok Profesi Fakultas Ekonomi UK Petra.
Pemilihan sample dilakukan dengan purposive, yaitu dengan melihat kelengkapan data laporan keuangan. Kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan pengungkapan nama manajemen dan pemegang saham yang ada di dalam catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan yang tidak secara lengkap mengungkapkan hal ini, maka laporan keuangan tersebut dikeluarkan dari sample penelitian. Selain itu juga dilihat apakah prusahaan tersebut pada tahun 2005 tidak delisting. Syarat ini diberlakukan karena terkait dengan ketersediaan data harga saham tahun 2005
Dari setiap perusahaan, informasi yang diambil adalah ada tidaknya kepemilikan manajerial, harga pasar saham, jumlah saham beredar, laba operasi, total aktiva dan total hutang selama 3 tahun yaitu tahun 2003-2005. Khusus untuk total aktiva juga dilihat data tahun 2002, karena kinerja perusahaan dilihat dari ROA, dimana total assets yang dimaksud adalah total assets rata-rata.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, yaitu mendapatkan data dari dokumen berupa laporan keuangan dan laporan harga saham yang diperoleh dari Pojok BEJ dan Pojok Profesi Fakultas Ekonomi UK Petra.
Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, penelitian ini akan menguji apakah ada perbedaan dalam pengambilan keputusan dan aktivitas manajer antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dari hipothesis tersebut diketahui variable yang diteliti yaitu status kepemilikan manajerial dan keputusan bisnis.
Status kepemilikan manajerial yang dimaksud adalah ada tidaknya kepemilikan saham perusahaan oleh manajer perusahaan. Variabel ini diukur dengan skala nominal, yaitu hanya dibedakan anatara perusahaan dengan kepemilikan manajerial atau tidak, dengan tidak melihat berapa besar persentase kepemilikan manajerialnya di masing-masing perusahaan tersebut. Ada tidaknya kepemilikan manajerial dilihat dari catatan atas laporan keuangan, khususnya pengungkapan atas modal saham perusahaan dan pengungkapan atas hubungan istimewa. Jumlah persentase kepemilikan manajerial tidak diperhitungkan dalam penelitian ini karena penelitian ini hanya ingin melihat ada tidaknya perbedaan diantara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan yang tidak. Penelitian tidak diarahkan kepada hubungan antara besarnya kepemilikan manajerial dengan keputusan manajemen.
Keputusan dan aktivitas manajer dalam penelitian meliputi: nilai perusahaan, kinerja perusahaan dan keputusan pendanaan. Nilai perusahaan diukur dengan Nilai pasar ekuitas perusahaan dibagi dengan total assets. Nilai pasar ekuitas dihitung dari harga pasar saham dikalikan dengan jumlah saham beredar. Kinerja perusahaan dilihat dari Return on assets (ROA) perusahaan (Kumar 2004), (Foster 1986), yang diukur dengan membagi net income dengan rata-rata total assets. Sedangkan keputusan pendanaan dilihat dari debt ratioperusahaan, yang diukur dengan membagi longterm debt dengan jumlah long-term debt dengan equity.


Pengujian Hipothesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji beda rata-rata dua sampel independen. Pengujian ini sejalan dengan hipotesis penelitian yang bertujuan untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan kebijakan hutang, kinerja dan nilai perusahaan antara perusahaan dengan kepemilkan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pemisahan data menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perusahaan dengan kepemilikan manajerial (µ1) dan kelompok perusahaan tanpa kepemilikan manajerial (µ2). Pemisahan dilakukan dengan melihat ada tidaknya kepemilikan manajerial di setiap perusahaan yang menjadi sample penelitian. Ada tidaknya kepemilikan manajerial dilihat dari ada tidaknya kepemilikan saham oleh manajer. Informasi ini diperoleh dari catatan atas laporan keuangan. Selanjutnya dihitung nilai tiga variabel yang ingin diteliti yaitu, kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan berdasarkan definisi variabel tersebut di atas. Setelah itu, dilakukan pengujian ada tidaknya perbedaan diantara variable nilai perusahaan, kinerja perusahaan dan debt ratio diantara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dan perusahaan dengan kepemilikan manajerial . Sehingga formulasi uji statistik penelitiani ini adalah:
Ho : µ1 = µ2
Ha : µ1 ≠ µ2
Pengujian hipotesis penelitian digunakan uji t untuk dua sample independent (independent sample t test). Dengan tingkat signifikansi (sig) 5%. Keputusan untuk menerima Ho dilakukan jika nilai “sig” > 0,05, dan sebaliknya Ho akan ditolak jika “sig” < 0,05 (Santoso, 2001). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel penelitiaan secara keseluruhan berjumlah 137 perusahaan dari 336 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sampai dengan tahun 2005. Jumlah sampel 137 perusahaan didasarkan pada ketersediaan dan kelengkapan data laporan keuangan 2002-2005 di Pojok Profesi Fakultas Ekonomi dan perusahaan tersebut tidak dalam kondisi delisting. Langkah pertama penelitian adalah mengidentifikasi adanya kepemilikan manajerial. Dari 137 perusahaan yang menjadi sampel penelitian menunjukkan 64 perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan 58 perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dari tahun 2002-2005. Sedangkan 15 perusahaan dalam kondisi kepemilikan manajerial dan kemudian berubah tanpa kepemilikan manajerial atau sebaliknya selama tahun 2002-2005. Sehingga jumlah data yang diproses adalah 213 data perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan 194 data perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Hasil perhitungan variable nilai perusahaan, kinerja perusahaan dan debt ratio perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dan perusahaan dengan kepemilikan manajerial adalah sebagai berikut: Deskripsi Kebijakan Hutang Perusahaan Kebijakan hutang dihitung dari total hutang jangka panjang dibagi dengan total hutang jangka panjang ditambah dengan ekuitas. Semakin besar jumlah rasio ini menunjukkan semakin besar sumber dana perusahaan berasal dari hutang jangka panjang. Bahkan jika besarnya lebih dari 1 maka perusahaan ini pastilah perusahaan yang dalam kondisi defisit. Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata variabel ini menunjukkan skor 56,87% untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan 67,35% untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Hal ini menunjukkan bahwa sebagaian besar sumber dana perusahaan yang menjadi sampel penelitian bersumber dari pihak kreditor. Perusahaan tanpa kepemilikan manajerial lebih berani dalam mengambil kebijakan hutang ini yaitu dengan 67% sumber dana dari pihak kreditor. Deskripsi Kinerja Perusahaan Kinerja Perusahaan dihitung dari laba bersih dibagi dengan rata-rata total assets. Rata-rata total assets dihitung dari total assets awal tahun ditambah total assets akhir tahun dibagi dua. Semakin tinggi skor ini menunjukkan perusahaan telah dikelola dengan tingkat pengembalian atas assets yang tinggi. Skor ini menunjukkan berapa persen jumlah laba dibanding dengan jumlah assets. Hasil statistik deskriptif menunjukkan skor 3,05% untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan 1,47% untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan tanpa kepemilikan manajerial menghasilkan tingkat pengembalian atas assets yang lebih rendah dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Deskripsi Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dihitung dari nilai pasar perusahaan dibagi dengan total assets. Nilai pasar dihitung dari harga pasar saham perusahaan per 31 Desember dikalikan dengan jumlah saham yang beredar pada tanggal 31 Desember. Semakin tinggi skor ini menunjukkan semakin tinggi nilai perusahaan berdasar harga pasar saham. Skor ini menunjukkan berapa kali nilai pasar perusahaan dibanding dengan nilai buku assets. Jika skor lebih dari satu, menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan melebihi nilai buku assets perusahaan. Hasil statistik deskriptif menunjukkan skor 1,46 untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan 1,07 untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Hasil ini menunjukkan bahwa ratarata perusahaan tanpa kepemilikan manajerial memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Hasil statistik deskriptif tersebut di atas secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1. Tabel . Group Statistic KPMLKN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean DEBT_RAT ada 213 0.5687 0.30705 0.02104 Tidak 194 0.6735 0.53881 0.03868 ROA ada 213 0.0305 0.10073 0.00690 Tidak 194 0.0147 0.10221 0.00734 VALUE ada 213 1.4608 2.27556 0.15592 tidak 194 1.0561 1.49080 0.10703 Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis menggunakan uji t untuk dua sample independent (independent sample t test). Dengan tingkat signifikansi (sig) 5%. Keputusan untuk menerima Ho dilakukan jika nilai “sig” > 0,05, dan sebaliknya Ho akan ditolak jika “sig” < 0,05 (Santoso 2001). Jika Ho diterima berarti tidak terdapat perbedaan rata-rata kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Sedangkan Ho ditolak berarti terdapat perbedaan rata-rata kebijakan hutang, kinerja perusahaan dan nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Pengujian dilakukan dengan media SPSS 11.5
Berikut ini hasil output SPSS 11.5 untuk uji t untuk dua sample independent:
Tabel 2. Ringkasan Hasil Uji Hipotesis
Variabel Skor Sig.(2-tail) Uji Hipotesis Kesimpulan

Kebijakan 0,015 Ho ditolak Rata-rata kebijakan hutang ada
Hutang perbedaan

Kinerja 0,116 Ho diterima Rata-rata kinerja perusahaan tidak ada
Perusahaan perbedaan

Nilai 0,036 Ho ditolak Rata-rata nilai perusahaan ada perbedaan
Perusahaan

Dari tabel. 2 tersebut di atas terlihat bahwa skor Sig. (2-tail) untuk kebijakan hutang (DEBT_RAT) adalah 0,015, kinerja perusahaan (ROA) adalah 0,116 dan nilai perusahaan (VALUE) adalah 0,036. Hasil ini menunjukkan bahwa skor Sig. (2-tail) untuk kebijakan hutang (DEBT_RAT) dan nilai perusahaan (VALUE) adalah dibawah 0,05 yang berarti Ho ditolak sedangkan kinerja perusahaan (ROA) adalah diatas 0,05 yang berarti Ho diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan kebijakan hutang dan nilai perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Sedangkan untuk kinerja perusahaan tidak ada perbedaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial.


Analisis dan Pembahasan

Hasil pengolahan data pada penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis terdapat perbedaan kebijakan hutang antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial terbukti. Rata-rata skor variabel kebijakan hutang, perusahaan dengan kepemilikan manajerial dibanding dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial menguatkan bukti bahwa seorang manajer sekaligus pemegang saham lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan hutang. Manajer tidak ingin perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesulitan keuangan atau kebangkrutan usaha akan merugikan ia baik sebagai manajer ataupun sebagai pemegang saham. Hal ini sejalan dengan penelitian Friend and Lang yang dikutip oleh Brailsford, yang menunjukkan bahwa cara untuk menurunkan resiko ini adalah dengan menurunkan tingkat debtyang dimiliki perusahaan (Brailsford 1999). Debt yang tinggi akan meningkatkan resiko kebangkrutan perusahaan, karena perusahan akan mengalami financial distress. Karena itulah maka manajemen akan berusahaan menekan jumlah debt serendah mungkin. Hasil penelitian ini memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya tentang hubungan antara kepemilikan manajerial dengan debt rasio yaitu: Kim dan Sorensen (1986), Agrawal dan Mendelker (1987), Mehran (1998) dalam Wahidahwati (2002), Soliha dan Taswan (2002), Brailsford (1999), Moh’d, 1998 dalam Wahidahwati (2002), Wahidahwati, (2002), dan Mahadwartha (2003).
Hasil pengolahan data pada penelitian ini juga membuktikan bahwa hipotesis terdapat perbedaan kinerja perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial tidak terbukti. Rata-rata kinerja perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial adalah sama saja meskipun ratarata kinerja perusahaan yang dikelola manajer sekaligus pemegang saham lebih baik. Rasa memiliki manajer atas perusahaan sebagai pemegang saham tidak cukup mampu membuat perbedaan dalam pencapaian kinerja dibanding dengan manajer murni sebagai tenaga professional yang digaji perusahaan. Faktor yang bisa diduga sebagai penyebab kesimpulan ini adalah kecilnya kepemilikan oleh manajer untuk perusahaan publik. Faktor ini tentunya perlu penelitian lebih lanjut. Hasil ini tidak mendukung penelitian Mudambi (1995), Kumar (2004), Coles (2002) yang menunjukkan bahwa kepemilikan saham oleh manajemen mempengaruhi kinerja perusahaan.
Hasil pengolahan data pada penelitian ini juga membuktikan bahwa hipotesis terdapat perbedaan nilai perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dan kepemilikan manajerial terbukti. Nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial terbukti berbeda. Bahkan rata-rata nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih baik dibanding dengan rata nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Manajer yang sekaligus pemegang saham terbukti akan meningkatkan nilai perusahaan. Dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai individu pemegang saham akan ikut meningkat pula. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Soliha dan Taswan (2002) yang menemukan hubungan yang signifikan dan positif antara kepemilikan menajerial dengan nilai perusahaan.


KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan kebijakan hutang dan nilai perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Rata-rata skor variabel kebijakan hutang perusahaan dengan kepemilikan manajerial dibanding perusahaan tanpa kepemilikan manajerial menguatkan bukti bahwa seorang manajer sekaligus pemegang saham lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan hutang. Nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding perusahaan dengan kepemilikan manajerial terbukti berbeda, bahkan rata-rata nilai perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih baik dibanding dengan rata-rata nilai perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
Sedangkan hipotesis tentang perbedaan kinerja perusahaan antara perusahaan tanpa kepemilikan manajerial dibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial tidak terbukti. Rata-rata kinerja perusahaan tanpa kepemilikan manajerialdibanding dengan perusahaan dengan kepemilikan manajerial adalah sama saja meskipun rata-rata kinerja perusahaan yang dikelola manajer sekaligus pemegang saham lebih baik.
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain terkait dengan kepemilikan manajerial. Penelitian ini mendukung dan dapat dijadikan dasar bagi penelitian tentang hubungan atau pengaruh antara kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang dan nilai perusahaan. Selain itu bagi pengguna laporan keuangan, khususnya investor dan kreditor, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk melihat bahwa antara perusahaan yang dikelola oleh manajer yang sekaligus pemilik dengan yang tidak adalah berbeda dalam hal kehati-hatian keputusan pendanaan dan meningkatkan nilai perusahaan. Sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk memberikan opsi saham bagi manajer.

DAFTAR PUSTAKA
Brailsford, Timothy J., Barry R. Oliver, Sandra L. H. Pua, 1999, “Theory and Evidence on the Relationship between Onwership Structure and Capital Structure”, http://ssrn.com/ abstract=181888.

Coles, Jeffrey L., MechaelL. Lemmon and J. Felix Meschke, 2002, “Structural Model and Endogeneity in Corporate Finance: The Link Between Managerial Ownership and CorporatePerformance”, http://ssrn.com/abstract= 423510.

Foster, George. 1986, Financial Statement Analysis, 2ndEdition, Prenticehall International, New Jersey

Kumar, Jayesh. 2004, “Agency Theory and Firm Value in India”, http://ssrn.com/abstract= 501802.
Lasfer, Meziane and Faccio, Mara, 1999, “Managerial Ownership, Board Structure and Firm Value: The UK Evidence”, http://ssrn.com/ abstract=179008.

Mahadwartha, Putu Anom, 2003, “Predictability Power of Dividend Policy and Leverage Policy to Managerial Ownership in Indonesia: An Agency Theory Perspective”, http://ssrn.com/abstract=637582.

Mudambi, Ram and Carmela Nicosia, 1995, “Ownership Structure and Firm Performance: Evidence from the UK Financial Service Industry”, http://ssrn.com/abstract= 295575.

Schroeder, Richard G., Myrtle W. Clark, Jack M. Cathey, 2001, Accounting Theory and Analysis–Text Cases and Readings, 7thEdition, John Wiley & Sons, Inc, New York.

Soliha, Euis, Taswan, September 2002, “Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap Nilai Perusahan serta Beberapa Faktor yang Mempengaruhinya”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, STIE STIKUBANK,Semarang.

Santoso, Singgih, 2001, SPSS-Statistik Parametrik, Elek Media Komindo, Kelompok Gramedia, Jakarta.

Wahidahwati, Januari 2002, “Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 5, No. 1, Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Pendidik, Yogyakarta.

Sumber : http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/aku/article/shop/16810/16793

Tulisan 1 Bahasa Indonesia 2

Terorisme

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada tanggal 27 September 2011 telah terjadi pengeboman di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo, Jawa Tengah yang mengakibatkan 7 orang luka-luka dan 1 korban tewas. Hal ini tentu menjadi berita buruk untuk seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya dan warga Solo pada khusunya. Sungguh miris memang menerima kenyataan bahwa negara kita ini belum bebas dari kasus terorisme. Walau sudah banyak tokoh terorisme yang tertangkap, tetap saja kasus pengeboman ini masih terus terjadi di negara ini.
Saya merasa sangat kecewa karena ada pihak- pihak yang tidak ingin memberikan kebebasan orang lain untuk beribadah, sehingga membuat bom yang dapat mengganggu ketenangan orang dalam beribadah. Ini sungguh sangat menyedihkan. Dimana rasa solidaritas dan toleransi diantara umat beragama sekarang ini ? Apakah hati nurani para terorisme sudah hilang, sehingga tidak mengingini adanya kebebasan orang beribadah? Tentunya kebebasan umat untuk beribadah sudah diatur dan dilindungi dalam Undang-Undang, dan negara sudah menjamin akan hal itu. Pemerintah harus bertindak tegas dalam menangani kasus terorisme ini, khususnya pihak kepolisian.
Saya berharap kasus terorisme ini dapat dituntaskan sampai ke akar-akarnya agar tidak ada lagi korban- korban yang berjatuhan, dan nama baik Indonesia dapat terus berkibar dimancanegara dan tidak ada lagi cap sebagai negara terorisme.